Rabu, 10 Februari 2010

Asal Nama Indonesia

Bila kita bicara tentang Indonesia yang berada di jalur perdagangan sutera laut. Maka kita tak bisa memisahkan diri bangsa Cina, India, dan Arab yang menanamkan pengaruh kebudayaan di negeri kita ini.
Bangsa Cina mengenal Indonesia dengan sebutan “Nan-Hai” yang berarti kepulauan laut selatan. Hal ini disebabkan wilayah Indonesia terletak di bagian selatan Cina.
Bangsa India mengenal Indonesia dengan sebutan “Dwipantara” yang berarti kepulauan tanah seberang. Dalam kisah Ramayana nama Indonesia dikenal dengan nama Swarnadwipa yang bermakna kepulauan emas, sekarang kita kenal dengan pulau Sumatra.
Sementara itu bangsa Arab mengenalnya dengan sebutan “Jazair al Jawi” yang berarti kepulauan Jawa.
Memasuki abad pertengahan di mana perang salib yang berlangsung di daratan Eropa, pemerintah Turki Usmani melakukan kebijakan dengan blokade jalur perdagangan ke Eropa. Sebagai bentuk perlawanan secara ekonomi terhadap Eropa kala itu.. Membuat Bangsa Eropa mencari sendiri darimana rempah-rempah yang didapatkan di laut tengah itu berasal.
Pelayaran ini pertama kali dipelopori oleh Portugis dan Spanyol. Usaha ini membuahkan hasil ketika Portugis sampai di India (Calcutta), namun Portugis menyadari bahwa India bukanlah penghasil rempah-rempah yang di tuju. Perjalanan masih harus dilanjutkan ke timur jauh yang berarti perjalanan pelayaran menuju belakang dari India. Jadi ketika itu, India disebut dengan Hindia muka dan Asia Tenggara dalam hal ini Indonesia disebut dengan Hindia Belakang.
Ketika VOC di bubarkan, maka pemerintahan atas Indonesia dipegang langsung oleh pemerintahan Belanda. Nama yang digunakan untuk Indonesia tersebut adalah Hindia Belanda. Ketika Indonesia diambil alih oleh Jepang dari Belanda, maka nama yang digunakan adalah To-Indo yang berarti India Timur.
Tahun 1920-an seorang Ernest Francois Eugena Douwwes Dekker (1879-1850) mengenalkan sebuah nama yang familiar yaitu Nusantara yang diambil dari kitab Pararaton.
JIAEA sebuah majalah ilmiah yang terbit di Singapura tahun 1850 pada volume IV. Ada sebuah artikel yang ditulis oleh earl yang berjudul “on the leading characteristics of the Papuan, Australian, and Malais Polynesian Nations” pada halama 66-76, dalam artikel ini dia mengajukan sebuah nama yaitu “Indunesia” dan “Melayunesia” untuk memberi nama atas kepulauan yang berada di Nusantara ini. selanjutnya James Ricardo Logens pada jurnal yang sama namun pada halaman yang berbeda 252-347 dia mengambil istlah “Indunesia” yang dibuang Earl pada artikel tersebut yang lebih cendrung pada kata Melayunesia yang di nilainya lebih tepat, hal ini disebabkan suku melayu yang lebih banyak mendiami wilayah Nusantara.
Dalam usahanya ini, Logens mengganti huruf “u” menjadi “o” agar lebih mudah dalam penyebutannya. Sehingga untuk pertama kali nama Indonesia terpublikasikan di dunia melalui artikel tersebut, tercetak pada halaman 254 dia menuliskan sebagai berikut: “i prefer the purely geographical term Indonesia, which...” Semenjak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama ini dalam setiap penulisan ilmiahnya. Perlahan istilah ini menyebar di kalangan Etnology dan Geografi. Putra ibu pertiwi yang pertama kali menggunakan istilah ini adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Sejak dasawarsa 1920-an istilah Indonesia diambil tokoh-tokoh pergerakan karena memiliki nama politis yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaannya. Atas inisiatif Hatta, organisasi mahasiswa Hindia Belanda di Belanda menggunakan nama Indische Vereenigna (1908). Sementara itu di tanah air Dr. Sutomo mendirikan “Indonesische Studie Club” tahun 1924 . Tahun yang sama perserikat komunis Hindia Belanda merubah nama menjad PKI. Tahun 1925 “Jong Islamiten Bond membentuk kepanduan “National Indonesische Panduinderij” (Natipij). Ini merupakan 3 organisasi pertama di Nusantara yang menggunakan nama Indonesia.
Puncaknya tahun 1928 pada 28 Oktobernya. Sebuah ikrar yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, diucapkan. Nama Indonesia kembali didengungkan kembali dalam kongres yang merubah wajah negeri ini kedepannya. Inilah pertama kali nama Indonesia merujuk pada berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Ini secara aklamasi menujukkan eksistensi sebuah wilayah dengan berbagai penduduknya yang bersatu padu.
Ketika Indonesia merdeka, wilayah Indonesia adalah semua wilayah Hindia Belanda atau semua wilayah jajahan Belanda kala itu. Hal ini yang mendorong, Soekarno untuk merebut Irian (Ikut Republik Indonesia Atau Nederlands) dari Belanda. Bila kita mau beromantisme pada masa kejayaan bangsa kita di masa lampau dengan berkaca pada Mataram, Sriwijaya dan Majapahit, maka wilayah RI itu sampai ke Thailand dan Philipina serta seluruh pulau Kalimantan.

Selasa, 09 Februari 2010

LEGENDA ATAU MITOS BUKANLAH SEJARAH

Legenda-legenda, mitologi, semua yang bersifat irasional tersebut bukanlah sebuah sejarah karena tidak didukung fakta-fakta sejarah. Seperti yang kita ketahui, fakta sejarah ada 3, yaitu artefact, socefact, dan mentifact. Bila hal ini dikaitkan dengan legenda dan mitologi maka tidak akan ditemukan bentuk kebenarannya dalam benuk konkretnya. Sebagai sebuah bentuk sejarah, legenda dan mitos tidak memenuhinya. Lalu kenapa menjadi sebuah sejarah? mudahnya saja, sejarah itu terjadi pada manusia. Legenda dan mitos bukanlah sejarah, tetapi masyarakat yang mempercayai legenda dan mitos tersebut menjadikan mitos dan legenda sebagai sejarah. Sejarahnya bukan terletak pada legenda dan mitos (ceritanya yang bersifat irasional), tapi pada masyarakat yang mempercayaainya legenda dan mitos tersebut.

Misalnya saja, pada orang Banjar. Terdapat mitos Putri Junjung Buih. Putri Junjung Buih bukanlah fakta sejarah, tidak ditemukan 3 fakta sejarah di dalamnya. Justru yang menjadi sejarah adalah, orang Banjar yang mempercayai mitologi tersebut. Bagaiamana cerita putri Junjung Buih tersebut begitu menyerap dan merasuk ke dalam kehidupan masyarakat Banjar sekarang ini. Hal ini yang menjadikan Putri Junjung Buih menjadi bagian dari cerita perjalanan orang Banjar dari masa ke masanya.